PIWULANG


                                                                       PIWULANG
Oleh : Suhastari Yuliana

Malam begitu hening, Pak Slamet terbangun, diraih kaca  matanya. Jam menunjukkan pukul 01.50 dini hari. Bergegas ia mengambil wudhu, air yang dingin membasahi kulitnya, sungguh menyejukkan meresap ke pori-pori. Digelarnya sajadah panjang berwarna biru, bermotif lembut dan empuk, oleh-oleh dari temannya sepulang berhaji dua tahun yang lalu. Dengan khusu’ ia mulai bermunajat kepada Sang Rob, kesunyian malam membawa ketenangan yang begitu indah dalam setiap doa yang ia panjatkan. Selesai salat Tahajud Pak Slamet mulai membuat lesson plan untuk mengajar esok pagi di SMP Harapan Bangsa. Sebenarnya ia bukan guru di sekolah tersebut, adalah Pak Eko tetangganya sekaligus wakil kepala sekolah mengenal kepribadian Pak Slamet dengan baik, sehingga mengusulkan kepada pihak sekolah agar Pak Slamet dapat membantu mengajar sementara selama dua bulan selagi Pak Khoerudin guru agama di sekolah tersebut melaksanakan ibadah haji.
Kesehariaan lelaki berusia lima puluh dua tahun itu adalah pengurus di Pondok Pesantren Al Huda, sore hari ia mengajar diniyah di pondok tersebut. Ia sangat mencintai pendidikan dan anak-anak. Tak heran jika para santri begitu akrab dengannya. Demi kelancaran tugasnya dalam mendidik dan mengajar Pak Slamet selalu berusaha membuat lesson plan agar materi dapat tersampaikan dengan baik dan anak didiknya bisa memahami. Alhamdulillah lesson plan untuk hari ini selesai, sudah hampir subuh, Pak Slamet kembali mengambil wudhu dan bergegas ke masjid.
“Bu, Bapak berangkat dulu ya,” pamit Pak Slamet
“Iya pak, hati-hati di jalan, semoga diberi kemudahan dan menjadi hari yang menyenangkan” jawab istrinya sambal mencium tangan Pak Slamet
Dengan membaca basmalah, Pak Slamet berangkat ke sekolah menaiki sepeda motornya. Pukul 06.35 Pak Slamet sudah berdiri di dekat gerbang menyambut dan menyalami siswa yang datang. Sebelumnya tidak ada guru yang menyambut siswa, tetapi Pak Slamet ingin mengenal dan lebih akrab dengan siswa sehingga sudah empat hari ini Pak Slamet datang lebih awal dan menyambut para siswa. Setelah bel masuk berbunyi, Pak Slamet menuju ruang guru karena jam pertama ia tidak masuk kelas. Jadwalnya masuk kelas adalah jam ketiga yaitu pukul 08.30.
Hari ini Kamis,  adalah hari keempat Pak Slamet bertugas. Jadwal hari ini ia masuk di kelas VIII d, menurut para guru kelas tersebut adalah kelas yang paling nakal, siswanya kurang bersikap hormat kepada guru, berani membolos, pembuat keributan, pokoknya kelas tersebut mendapat label yang buruk dari para guru. Pak Slamet agak ngeri juga mendengar cerita dari guru-guru tentang pengalaman mereka mengajar di kelas tersebut. Bahkan dulu pernah ada guru magang Bu ita namanya, baru lima belas menit guru tersebut sudah kembali ke kantor sambal menangis, kapok tidak mau kembali mengajar di kelas tersebut. Rupanya siswa begitu usil, mereka sepakat membuat guru tersebut tidak betah, kursi guru ditempel permen karet, jadilah rok Bu Ita lengket kena permen karet, ada yang tidur, ngobrol sendiri dan susah diatur.
“Kami para guru sudah berusaha habis-habisan namun hasilnya belum seberapa. Kami tidak tahu dengan cara bagaimana lagi kami dapat mengubah mereka menjadi lebih baik,” keluh Kepala Sekolah. Beberapa guru yang jadwalnya kosong juga ikut menimpali cerita dan menyebutkan nama siswa yang dianggap sebagai biang kerok.
Dari cerita para guru yang sudah didengar dari hari kemarin Pak Slamet memutuskan untuk mengajarkan materi tentang menghormati guru, dibuka dan dipelajari kembali lesson plan yang sudah dibuatnya semalam. Menjelang pergantian jam pelajaran Pak Slamet telah bersiap menuju kelas VIII d. Setelah berjalan menuju kelas paling ujung di sebelah timur, akhirnya Pak Slamet sampai di depan kelas tersebut. Dengan mengucap basmalah dan membuang pikiran negatif tentang siswa di kelas tersebut, ia melakukan positif thinking, ia membayangkan siswanya semua baik, tidak ada yang nakal, dapat diajak kerja sama,  bersahabat, dan mau mengikuti pelajaran sehingga materi tersampaikan dengan tuntas.
Pak Slamet membuka pintu, berjalan menuju meja guru. Di depan kelas dipandangnya siswa satu per satu. Pak Slamet melihat siswa yang haus akan ilmu pengetahuan, haus akan pembelajaran yang menyenangkan dan haus pengakuan.
“Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatu, anak-anak kenalkan nama saya Slamet Raharjo biasa dipanggil Pak Slamet, untuk sementara insyaaAllah selama dua bulan kedepan menggantikan tugas Pak Khoerudin. Semoga kita dapat belajar dan bekerja sama,” ucap Pak Slamet mengawali perkenalannya.
“Maaf Pak, namanya Slamet? Berarti slamet terus ya Pak? tanya Agung siswa paling bandel di kelas ini.
“Betul, orang tua saya memberi nama Slamet Raharjo sebagai doa dan harapan semoga saya selalu selamat dan sejahtera di dunia dan akherat.” jawab Pak Slamet sambil tersenyum membetulkan kacamatanya.
“Nah sekarang gantian, kalian yang memperkenalkan diri. Silahkan berdiri di tempat, sebutkan nama dan teriakkan satu kata profesi yang kalian inginkan. Yang dengan profesi itu, kalian berharap bisa menjadi manusia yang sukses. Ayo teriakkan dan jangan malu!”ajak Pak Slamet dengan antusias.
Diawali baris paling depan, satu per satu siswa mulai memperkenalkan diri dan menyebutkan profesi yang diinginkan.
“Saya Siti ingin menjadi penulis.”
“Saya Bambang ingin menjadi pemain sepak bola professional.”
“Saya Desi ingin menjadi dokter.”
“Saya Agung ingin menjadi pembalap moto cross.”
“Saya Purwanto ingin menjadi juragan mi ayam paling enak nomor dua sedunia.”
Gerrr, seluruh siswa serentak tertawa, rupanya Purwanto suka sekali makan mi ayam. Hampir semua warung mi ayam di kota ini sudah dicobanya, setiap selesai menyantap mi ayam ia akan memberikan nilai dari rasa, kebersihan serta pelayanannya.
“Bapak doakan, semoga Purwanto bisa menjadi pengusaha waralaba makanan yang sukses, bisa go internasioanal membawa harum nama Indonesia dengan resep asli masakannya.”
Serentak semua siswa menjawab amin.
Pak Slamet tambah bersemangat mengajak siswa menyelami profesi masa depannya. Tidak ada siswa yang diam, semua memperkenalkan diri dan menyebutkan profesi impiannya. Ternyata siswa yang dianggap nakal mereka punya mimpi dan harapan, berarti mereka punya motivasi untuk belajar.
Pak Slamet bertambah yakin ia diterima di kelas ini, sebelum pembelajaran dimulai ia berkata, “Anak-anak kita akan melakukan diskusi selama tiga puluh menit ke depan. Jumlah kalian ada tiga puluh dua akan terbagi menjadi empat kelompok.Untuk itu saya perlu moderator dan notulis.    Untuk moderator saya sendiri dan untuk notulis saya minta anak yang tulisannya paling bagus!”
“Siti Pak!” jawab mereka serentak
Siti siap menjadi notulis
“Beri tepuk tangan untuk Siti!” ajak Pak Slamet dengan semangat
“Siti, keberhasilan pelajaran hari ini bergantung pada kelihaianmu merangkum proses dan hasil diskusi!” tegas Pak Slamet
“Siap, Pak Slamet,” jawab Siti semangat sambil menyiapkan buku tulis dan pulpennya.
“Sekarang saatnya membentuk empat kelompok, saya beri waktu sepuluh detik dari sekarang, go…go…go…!” perintah Pak Slamet setengah berteriak tambah semangat.
Seketika kelas menjadi ribut. Luar biasa tepat sepuluh detik mereka telah terbagi menjadi empat kelompok dengan nama yang telah mereka buat sendiri. Elang, Harimau, Gajah, Singa.
“Sekarang buka halaman kosong di buku tulis kalian. Tuliskan satu nama guru yang paling kalian anggap negatif, misalnya sering menyakitkan hati, pembelajarannya membosankan, tidak menyenangkan atau yang lainnya. Tuliskan ditengah halaman dengan jelas dan beri tanda tanya yang besar. Kalau sudah tutup buku kalian, nanti di akhir pelajaran akan kita buka kembali!”
Mereka berpikir sejenak, ada yang saling menoleh kepada teman, ada yang tersenyum, ada yang menggaruk kepala meskipun tidak gatal. Pak Slamet merasa para siswa sungkan menuliskan nama gurunya.
“Ayo tidak usah ragu, tuliskan saja namanya lalu tutup buku kalian, tidak aka ada yang tahu!” perintah Pak Slamet.
Rupanya kata-kata Pak Slamet menjadi penenang bagi siswa. Akhirnya mereka semua selesai menuliskan satu nama guru di buku masing-masing. Pak Slamet kemudian memulai diskusi dengan mengajukan sebuah masalah kepada semua kelompok. Masalahnya adalah tentang penyebab siswa tidak suka kepada guru sehingga mereka tidak hormat.
“Silakan diskusikan apa penyebab kalian tidak menyukai guru tersebut, setelah selesai wakil dari kelompok maju untuk mempresentasikan. Untuk diskusi ini saya beri waktu lima menit, kerjakan!” perintah Pak Slamet
Luar biasa belum genap lima menit mereka sudah selesai mendiskusikan masalah pertama, Pak Slamet terhenyak mendengar presentasi dari setiap kelompok.
“Kami tidak senang dengan guru yang sering memerintahkan untuk mencatat terus sampai tangan kami pegal, sementara guru malah asyik bermain HP,” presentasi kelompok Singa.
“Guru yang tidak menyenangkan adalah guru yang cerewet, suka marah tanpa sebab dan tidak boleh ke toilet,” presentasi kelompok Gajah.
“Saya sebal dengan guru yang sering memberi tugas berat tapi hasilnya tidak pernah diapresiasi. Juga kalo ada yang berkelahi malah diadukan, tanpa ditanya dulu apa penyebabnya dan tidak dibantu dalam menyelesaikan masalah,” presentasi kelompok Harimau.
“Yang membuat guru tidak menyenangkan, mereka membuat aturan untuk siswa tentang seragam, sementara mereka juga tidak tertib dalam berbusana,” presentasi kelompok Elang.
“Tepuk tangan untuk semua, masalah pertama telah selesai!” ajak Pak Slamet mencairkan suasana
“Anak-anak coba diskusikan kembali masalah kedua. Apa yang harus kalian usulkan kepada guru agar masalah pertama tidak terjadi, sehingga hubungan guru dan siswa menjadi harmonis?” tantang Pak Slamet
Kelas menjadi heboh kembali, dengan seksama Pak Slamet mendengarkan presentasi apa saja yang diingikan dari kelas ternakal ini. Notulis dengan giat menuliskan proses diskusi.
“Sebaiknya kami sering diajak bicara, lebih banyak diperhatikan jangan malah dibiarkan dengan kenakalan kami,” presentasi kelompok Elang.
“Mestinya kami diajak musyawarah dalam membuat kesepakatan-kesepakatan,” presenasi kelompok Harimau.
“Harusnya guru juga mengubah cara mengajarnya jangan mencatat terus, menyampaikan materi dengan menyenangkan sehingga kami lebih semangat belajar,” presentasi kelompok Gajah.
“Mestinya kami juga disamakan dengan anak yang lain, jangan dicap nakal terus, kami juga tidak mau dicap nakal,” presentasi kelompok Singa.
“Terima kasih untuk presentasinya, tepuk tangan untuk semua!” ajak Pak Slamet sambil terharu.
“Sekarang jawab pertanyan saya dengan serius. Jika keinginan kalian dipenuhi apakah di sekolah ini akan terjalin hubungan yang harmonis antara guru dan siswa. Apakah kalian rela dan ikhlas memandang dan menghormati guru seperti orang tua kalian?”
“Mau,” jawab siswa serempak.
Kemudian Pak Slamet menulis di papan tulis dan menyuruh siswa menyalin di papan tulis dengan metode mind map. Pertama ia menuliskan di tengah-tengah ‘menghormati guru’ kemudian menarik garis ke atas dan menuliskan ‘arti hormat’, kemudian garis ke samping kiri dengan tulisan ‘mengapa dihormati’, selanjutnya menarik garis ke samping kanan dengan tulisan ‘selanjutnya bagaimana’. Pada tulisan ‘arti hormat’ dibuat garis cabang dengan tulisan saling percaya, kerjasama, memberi respon positif, tanggung jawab, bicara santun. Kemudian pada tulisan ‘mengapa dihormati’ diberi garis cabang disertai tulisan pemberi ilmu, pengubah prilaku, pendidik cara berpikir, penyelamat dunia akhirat.  Sedangkan pada tulisan ‘selanjutnya bagaimana’ diberi garis cabang disertai tulisan harus mengikuti pelajaran, menyelesaikan target belajar, berterima kasih, memohon maaf secepatnya jika berbuat salah.
Dengan antusias semua siswa mencatat mind map di buku tulisnya.
“Anak-anak, apa kalian senang mencatat dengan cara seperti ini? Capai  tidak?”
“Tidak capai Pak, malah asyik,” jawab mereka.
“Sekarang silakan buka kembali catatan yang tadi berisi nama guru yang tidak kalian suka, yang sudah ditulis pada awal pelajaran tadi!” perintah Pak Slamet.
“Anak-anak, sekarang coba bayangkan wajah guru tersebut. Ada tanda tanya yang harus kalian jawab sesuai hati nurani. Apa benar guru tersebut galak, cerewet, menyebalkan sehingga kalian tidak suka bahkan membencinya?”
Pak Slamet mengajak anak-anak untuk mengingat kembali kebaikan dari guru.
 “Apa kalian tahu, merekalah yang berusaha sekuat tenaga agar cita-cita dan keinginan kalian terwujud, merekalah yang akan menyelamatkan dunia akhirat kalian, merekalah yang menyebut nama kalian dalam setiap doa agar kalian menjadi manusia yang berguna. Lalu apa pantas kalian menganggap mereka tidak menyenangkan?”tanya Pak Slamet dengan emosi.
“Masih ada kesempatan, ayo bagi yang merasa punya hati, bangkit dan temui guru yang kalian tulis tersebut. Mohonlah maaf yang benar-benar dari hati. Kapan lagi kalau tidak sekarang. Ayo berdiri dan cari guru kalian!” perintah Pak Slamet.
Kelas menjadi riuh, para siswa berlarian ada yang yang ke ruang guru, ruang kelas bahkan semua sudut di sekolah tersebut, sampai mereka menemukan guru yang namanya ditulis. Ada air mata bahagia dan haru diantara guru dan siswa, mereka saling berjanji untuk berubah menjadi lebih baik.
Pak Slamet senang target materinya tersampaikan dengan baik, ia teringat pesan seorang teman, mendidiklah dengan hati, sehingga ikhlasmu akan selalu terjaga. Guru yang baik akan selalu memperbaiki kekurangannya, bukan salah anak-anak jika mereka nakal, mungkin cara kita yang yang masih keliru dalam mendidik, sehingga mereka tidak paham. Doakanlah selalu muridmu, selanjutnya biarkan Allah yang menentukan.
Setelah menutup pelajaran, Pak Slamet berjalan kembali ke ruang guru, tersenyum lega, bersyukur atas kemudahan yang diberikan  hari ini dan memohon semoga keberadaannya selalu bermanfaat di mana pun ia berada. Baru setengah perjalana menuju ruang guru langkahnya terhenti
“Pak Slamet tunggu!”teriak Agung siswa paling bandel.
Pak Slamet berbalik, dilihatnya Agung dengan nafas yang terengah-engah, kedua tangan mengepal kuat, matanya merah menatap tajam, berlari menubruk tubuhnya. Semua yang melihat kejadian tersebut hanya bisa menutup mulut dengan mata yang berkaca-kaca.




Kaligondang, 23 September 2019


Cerpen ini merupakan cerpen pertama saya, setelah mengikuti kelas menulis  online yang diselenggarakan oleh SIP Angkatan 16. Semua peserta diharapkan menulis sebuah cerpen, yang akan dibukukan menjadi buku antologi cerpen. 

Kebebasan Teratur  karya Itaichang, terpilih menjadi cover antologi cerpen ini. Piwulang terinspirasi dari kisah Munif Chatib, penulis buku Gurunya Manusia, buku yang luar biasa penuh motivasi. 

Terima kasih kepada SIP Pulishing yang telah mengapresiasi dengan menerbitkan karya pemula seperti kami, menjadi sebuah buku. Saya sadar masih banyak kekurangan dari karya ini dan mohon maaf jika ada unsur plagiat, semata-mata karena keterbatasan saya sebagai penulis pemula. Saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan, semoga menghibur dan bermanfaat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

3.1.j. Koneksi Antar Materi - Modul 3.1

26. Menulis di Media Cetak

28. Ketika Bukumu ditolak penerbit mayor