Semua Anak Bisa Membaca
SEMUA ANAK BISA
MEMBACA
Oleh : Suhastari
Yuliana
Banyak orang tua merasa cemas melihat anaknya
belum bisa membaca. Mereka kuatir jika anak mereka tidak bisa membaca, maka
anak akan kesulitan dalam mengikuti pembelajaran di Sekolah Dasar. Meskipun
tidak ada aturan yang menyebutkan bahwa anak masuk SD harus sudah bisa membaca,
namun dalam kenyataannya pemikiran tersebut tidak selalu sejalan dengan praktik
pendidikan, bahkan guru SD merasa senang jika mendapatkan siswa yang sudah bisa
membaca, sehingga guru tidak perlu susah payah mengajarkan membaca.
Berangkat dari kekuatiran tersebut, para
orangtua mendesak para guru di lembaga pendidikan anak usia dini untuk
melakukan pembelajaran yang berorientasi pada membaca. Adapun praktik
pendidikan anak usia dini harus dilaksanakan menyenangkan, menggunakan prinsip
bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain. Sehingga banyak orangtua yang tidak sabar melihat anaknya belum bisa
membaca, akhirnya meminta guru untuk memberikan jam tambahan setelah pulang
untuk mengikuti les membaca ataupun mengikutkan anak pada lembaga bimbingan
membaca. Padahal dengan mengikutkan anak pada les membaca, menimbulkan konsekuensi
adanya biaya tambahan dan anak menjadi terpaksa belajar membaca demi
menyenangkan orangtua.
Membaca sebenarnya bukan hal yang rumit
dan sulit jika kita mengetahui cara membaca dengan benar. Membaca memerlukan
pelatihan, pembiasaan dan praktik yang berulang-ulang. Cobalah untuk bersabar
sesuai dengan proses kesiapan anak. Anak
memerlukan proses yang panjang agar memiliki kesiapan untuk membaca. Kesiapan
membaca setiap anak berbeda-beda sesuai dengan potensi dan rangsangan yang
diberikan oleh orangtua dan lingkungan. Kesiapan ini perlu distimulasi melalui penciptaan
lingkungan sedini mungkin melalui berbagai cara yang menyenangkan. Maka
orangtua harus memberikan dukungan untuk mendorong perkembangan membaca anak
dengan cara-cara yang menyenangkan. Tidak boleh menyerahkan sepenuhnya kepada
lembaga pendidikan, harus ada kerjasama antara orangtua dan lembaga dalam
mengembangkan kemampuan belajar anak. Jika telah tiba waktunya, orangtua dapat dibuat terkejut melihat
anaknya tahu-tahu sudah dapat membaca.
Menurut Harjasujana, membaca adalah
kemampuan yang komplek. Pembaca tidak hanya memandangi lambang-lambang tertulis
semata, melainkan berupaya memahami makna lambang-lambang tertulis tersebut. Permulaan
membaca pada anak dimulai dari kesadaran mengenali dan membedakan bunyi-bunyi
yang ada di sekelilingnya, Jika anak mengenali bunyi-bunyi di sekitarnya ,
pasti suatu saat dia akan bisa membaca. Selain membedakan bunyi-bunyi, anak juga
harus memiliki kesadaran membedakan fonem. Fonem merupakan satuan terkecil
dalam sebuah bahasa yang menunjukkan perbedaan makna yang berbentuk bunyi. Semakin
tinggi kesadaran bunyi dan fonem anak, maka semakin cepat anak mampu membaca.
Proses membaca selanjutnya adalah
mengenalkan tulisan melalui membacakan cerita. Melalui cerita yang dibacakan
anak mendapat manfaat yang banyak diantaranya merangsang imajinasi, mengembangkan
minat anak terhadap membaca dan buku, meningkatkan ketrampilan mendengar,
membangun kosakata, meningkatkan emosi antara pembaca dan anak, memberikan
peran positif yang dapat diteladani dari tokoh cerita, serta memunculkan
kenikmatan membaca.
Proses membaca selanjutnya adalah
mengajarkan tulisan. Anak perlu memahami bahwa tulisan menyampaikan suatu
pesan, tetapi pesan yang disampaikan oleh tulisan berbeda dengan pesan secara
lisan. Anak harus memahami bahwa tulisan
memiliki berbagai tujuan, bentuk yang berbeda,
dan dapat ditemukan dalam berbagai teks, tulisan memberikan informasi
banyak hal kepada kita. Anak dapat belajar lebih mudah dan cepat melalui
pengalaman sehari-hari yang berhubungan dengan tulisan. Anak dapat belajar dari
angka-angka pada handphone, poster, kalender, pembungkus susu, makanan atau
minuman dalam kemasan dan yang lainnya. Guru dan orangtua dapat mengajak anak
bermain dengan tulisan, dengan cara menyediakan bermacam-macam barang yang ada
tulisannya dan memberi nama pada benda-benda yang ada di lingkungan belajar
anak, misalnya tulisan meja yang ditempel pada meja, tulisan dinding yang
ditempel pada dinding dan masih banyak lainnya. Untuk mendukung pengenalan
terhadap tulisan guru perlu menyediakan kertas dan alat tulis. Dengan
tersedianya benda tersebut di tempat yang mudah dijangkau anak, akan memudahkan
mereka untuk mengambil dan mencoba bermain dengan tulisan. Apapun hasil coretan
anak, apakah dapat terbaca atau tidak, bukanlah persoalan. Yang penting anak
mendapatkan pengalaman yang banyak untuk berinteraksi dengan tulisan.
Setelah mengenalkan dan mengajarkan tulisan,
proses membaca selanjutnya adalah mengajarkan huruf melalui berbagai permainan
yang menyenangkan. Guru dan orangtua harus kreatif menciptakan permainan
membaca, sehingga anak tidak merasa terbebani dalam belajar. Sebaliknya mereka
akan bersemangat dalam permainan yang pada hakikatnya mereka sedang belajar, anak
akan mendapatkan pengalaman yang bermakna dan membekas dalam jiwanya. Jika membaca diajarkan dengan cara konvensional,
dimana anak dihadapkan pada buku dan pensil, anak akan merasa bahwa kegiatan
membaca merupakan sesuatu yang tidak menyenangkan dan membosankan.
Setelah guru dan orangtua memahami
tahap-tahap dalam proses membaca, selanjutnya mereka harus bisa menumbuhkan rasa
cinta membaca pada anak dan meningkatkan perkembangan bahasanya dengan cara mengajak anak ke perpustakaan, mengajak
anak ke toko buku untuk membeli buku yang disenangi, memberikan contoh menjadi
pembaca yang baik, menyediakan waktu yang cukup bagi anak serta sisihkanlah
uang untuk membeli buku sehingga koleksi buku anak semakin bertambah.
Membaca adalah sebuah kebutuhan, dengan
membaca seseorang akan memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkan, terangsang
kreativitasnya, mendorong berpikir kritis dan sistematis, memperluas wawasan
serta membentuk kepribadian yang unggul dan kompetitif. Pembelajaran membaca harus dibuat gembira dan menyenangkan
sesuai dengan sifat anak , senang bermain dan cepat bosan. Tidaklah cukup
membuat anak bisa membaca dengan tujuan menyenangkan orang dewasa, namun anak
tidak menunjukkan minat membaca dan kecintaannya pada buku. Mari para ayah dan bunda ajak anak-anak untuk
mencintai buku dan merawatnya dengan baik, jadikan kegiatan membaca sebagai
proses yang menyenangkan. Nantinya pada masa dewasa anak akan merasakan manfaat
dari kesenangannya dalam membaca.
Patemon, 15 Januari 2019
Tulisan di atas merupakan artikel pertama yang dimuat surat kabar Wawasan, sebagai konstribusi karena telah mengikuti pelatihan menulis opini dan artikel yang diselenggarakan oleh PGRI Kabupaten Purbalingga bekerja sama dengan Wawasan.
Tulisan di atas merupakan artikel pertama yang dimuat surat kabar Wawasan, sebagai konstribusi karena telah mengikuti pelatihan menulis opini dan artikel yang diselenggarakan oleh PGRI Kabupaten Purbalingga bekerja sama dengan Wawasan.
Komentar
Posting Komentar