27. Menulis Opini di Media Cetak


RESUME BELAJAR MENULIS GELOMBANG 9
Pertemuan Ke-27
Hari/Tanggal               : Kamis, 14 Mei 2020
Waktu                          : Pukul 13.00 s/d 15.00 WIB
Nara Sumber               : Asep Sapa'at
Materi                         : Pengalaman Menulis Opini dan Hikmah Republika
Peresume                    : Suhastari Yuliana, S.Pd.AUD

Materi hari ini disampaikan oleh Bapak Asep Sapa’at, seorang pendidik dan pemerhati karakter guru, dengan latar belakang pendidikan sarjana di bidang pendidikan matematika dari Universitas Pendidikan Indonesia. Penyampaian materi dan penjelasan diskusinya menggunakan kalimat yang sangat mudah dipahami, saya pun merasa mudah dalam meresume materinya. Dengan semangat untuk saling belajar, beliau ingin sharing tentang pengalaman menulis di rubrik opini dan hikmah Republika.

Pertama, diawali dengan penjelasan tentang mengikat makna. Istilah mengikat makna dipopulerkan oleh almarhum Hernowo. Segala hal yang berkaitan dengan aktivitas menulis sebagai cara untuk memaknai hal-hal yang bisa kita lihat, dengar, rasakan, renungi. 

Setiap orang memiliki hambatan menulis yang berbeda-beda. Ada hambatan yang disebabkan kesulitan mengalirkan gagasan, ada juga karena faktor mood, ada pula yang disebabkan karena faktor penguasaan bahasa serta keterampilan menulis. Namun hakikatnya, setiap diri kita bisa menulis jika konsisten mau belajar. Hal yang paling mudah ditulis adalah sesuatu yang dekat dengan diri kita. Sebelum beliau dapat mempublikasikan tulisan di media masa, beliau belajar menulis di buku harian. Menulis di buku harian adalah cara ampuh untuk membangun kepercayaan diri untuk menuangkan gagasan.
Berikut ini merupakan ranah dan jenis tulisan yang mungkin sudah tak asing bagi Bapak dan Ibu guru hebat.



Berdasarkan kajian salah satu guru menulis saya, Mas Bambang Trimansyah, sifat tulisan terbagi ke dalam 4 sifat, yaitu:
1. Pribadi tertutup, yakni tulisan bersifat sangat pribadi dan cenderung dirahasiakan agar tidak dibaca atau terbaca oleh orang lain. Tulisan ini biasanya berupa diari, surat-surat pribadi, ataupun catatan-catatan rahasia.
2. Pribadi terbuka, yakni tulisan bersifat pribadi ataupun sangat pribadi, tetapi dibiarkan ataupun disengaja untuk dibaca orang lain. Tulisan semacam ini muncul akibat perkembangan teknologi informasi, terutama di dunia internet. Tulisan-tulisan di blog, situs, ataupun media sosial cenderung banyak yang bersifat pribadi, subjektif, dan kadang malah dibuat sesuka hati.
3. Publik terbatas, yakni tulisan yang ditujukan untuk konsumsi orang banyak, tetapi dalam lingkup terbatas, misalnya lingkup komunitas, lingkup keagamaan, ataupun lingkup sesama teman yang saling kenal.
4. Publik terbuka, yakni tulisan yang ditujukan untuk konsumsi orang banyak secara terbuka dan luas meskipun menyasar pada segmen pembaca tertentu. Tulisan ini bebas dibaca siapa pun yang berminat.

Sifat menentukan untuk siapa tulisan Anda tujukan. Pada sifat pertama Bapak Ibu menulis, tetapi hanya Bapak Ibu sendiri yang membacanya. Sifat 2, 3, dan 4 adalah tulisan yang ditujukan untuk publik sehingga Anda perlu menimbang tujuan penulisan dan pembaca sasaran. Nah menurut Bapak Ibu, menulis di media masa termasuk sifat tulisan yang mana? Opini merupakan jenis tulisan nonfiksi, ranah jurnalistik, dan sifat tulisannya publik terbuka.
Sebelum bicara lebih teknis untuk membuat tulisan, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan agar tulisan kita memiliki ruh atau jiwanya.



Menurut  Fauzil Adhim, ada 6 aspek yang harus dikembangkan agar tulisan kita memiliki jiwa.
1.      Tulisan akan memiliki jiwa saat penulis memiliki visi hidup (cita-cita dan harapan),
2.      Melibatkan emosi saat menulis,
3.      Luas wawasannya (banyak membaca, berdiskusi, jalan-jalan),
4.      Berbagi pengalaman hidup nyata yang pernah dialami,
5.      Menggunakan nalar atau logika yang tepat,
6.      Kontemplasi, tulisan sebagai hasil perenungan yang mendalam tentang apapun yang akan ditulis.



Ada 5 proses menulis menurut Bambang Trimansyah, yaitu :
1.      Menggagas artinya berpikir dan merencanakan (mengumpulkan bahan referensi,menentukan pembaca sasaran, dan mengembangkan ide menjadi kerangka)
2.      Menyusun draf (Menulis bebas, Memasukkan bahan yang relevan dengan pengalaman diri, pengalaman orang lain, latar belakang ilmu dan pengetahuan yang dimiliki,  Memasukkan data dan fakta,  Mengembangkan gaya penulisan yang tepat sesuai pembaca sasaran)
3.      Merevisi artinya membuat tulisan lebih baik dengan membaca ulang naskah secara keseluruhan sambil menandai bagian yang kurang jelas atau kurang tepat, menimbang bahan yang harus dibuang karena kurang relevan, menimbang bahan lain yang dapat memperkaya tulisan.
4.      Menyunting artinya memastikan tidak ada kesalahan. Memperbaiki tulisan dari aspek tata bahasa, ketelitian data dan fakta, kesantunan. Tak boleh ada kesalahan elementer.
5.      Menerbitkan. Menentukan publikasi tulisan pada media yang tepat serta pembaca yang tepat. Bapak Ibu dapat memilih media daring atau media cetak.

Di luar teknis menulis yang disampaikan di atas, faktor nonteknis seperti disiplin menulis, tak pantang menyerah mengirimkan tulisan ke media meski sering ditolak dan tak dimuat, juga tak berhenti belajar meningkatkan keterampilan menulis. Jauh sebelum tulisan beliau dimuat di rubrik opini dan Hikmah Republika, sejak tahun 2007 beliau konsisten menulis di Republika Online. Nah ini jadi faktor nonteknis, punya jalinan silaturahim dengan para redaktur di media masa. Kita mendapatkan informasi dan masukan dari para redaktur agar kualitas tulisan lebih baik dan potensial dimuat di media cetak. Izin beliau bagikan beberapa tulisan yang dimuat di rubrik opini dan hikmah Republika,


Untuk menyiasati agar waktu menulis dan tema kita sesuai dg waktu kirim/moment yg tepat, kita harus sensitif dengan momentum yang akan terjadi, misal, 6 hari lagi merupakan momen Hari Kebangkitan Nasional. Nah, dari sekarang sudah mulai menyiapkan bahan belanja gagasan, tentukan ide yang akan ditulis,  tuliskan dan kirimkan tulisannya paling lambat sehari sebelum tanggal 20 Mei. Prinsip umumnya demikian.

Syarat paling utama tulisan opini atau artikel bisa layak cetak di media adalah ide orisinal dan menarik, data dan fakta yang disajikan sahih, tata bahasa baik, dan sesuai dengan kriteria dari redaktur media cetak

Menyiasati ketidakpercayaan diri atas tulisan, coba konsisten menulis dulu di buku harian atau personal blog yang bersifat pribadi. Nanti jika sudah mulai percaya diri, publikasikan tulisan kita. Jangan takut mendapat kritikan dan masukan dari pembaca terhadap tulisan kita. Karena justru hal tersebut bisa menjadi cermin untuk kita terus meningkatkan kualitas tulisan.

Untuk mengasah emosi dalam kepenulisan sehingga tulisan kita bisa berkualitas , tuliskan sesuatu yang benar-benar pernah dialami oleh diri sendiri. Saya pernah membuat tulisan di rubrik Hikmah Republika saat istri saya wafat. Wah susah memulai kata pertama dan menutup kata terakhir karena saya ada rasa yang hadir menemani saat membuat tulisan.

Tulisan yang pasti ditolak media adalah yang tidak mengikuti kaidah yang sudah ditetapkan media. Misal, kita menulis sesuatu yang bersifat SARA, gagasan terlalu umum, batas maksimal karakter tak diindahkan oleh kita.
Setiap media cetak punya kebijakan sendiri terkait standar tulisan yang akan mereka terima. Misal, tulisan Hikmah Republika tak ada di media cetak lain. Rubrik Hikmah khas punya Republika. Jadi, kita harus pelajari secara cermat rubrik-rubrik yang ada di setiap media cetak agar kita bisa tepat memilih media mana untuk menerbitkam tulisan kita.

Ada beberapa pendekatan saat menulis. Ada yang langsung menetapkan judul, lalu membuat tulisan. Tetapi ada juga yang sebaliknya, buat tulisan dulu untuk menguraikan idenya, judul bagian terakhir. Saran beliau menulis dulu, nanti judul diputuskan terakhir. Boleh minta pendapat ke guru menulis atau rekan sejawat terkait pilihan judul dari tulisan yang sudah dibuat.

Hambatan paling mendasar kita sulit mengalirkan gagasan karena gagasan yang mau diungkapkan belum jelas. Persoalan lainnya, kita kekurangan bahan untuk menunjang penyelesaian tulisan kita. Hal lain yang juga kerap terjadi, saat menulis, kita menempatkan diri dalam 2 peran sekaligus sebagai penulis juga editor. Saat menulis, lalu diedit, kita berhenti. Balik lagi ke awal. Terus terjadi seperti itu. Alhasil gagasan kita lewat tulisan tak selesai-selesai. Itu berdasarkan pengalaman pribadi dan masih juga terjadi pada diri beliau.

Tulisan yang dimuat di media masa, makalah yang dimuat dan dipresentasikan di seminar nasional atau internasional, dan makalah yang dimuat di jurnal terakreditasi nasional bisa menyumbangkan angka kredit yang bermanfaat untuk kenaikan pangkat. Beliau punya dosen pembimbing yang sangat produktif berkarya tulis, sekali menulis 2 judul makalah untuk satu event seminar nasional. Kalau semua karya tulis didokumentasikan dengan baik, belajar dari kiprah dosen pembimbingnya naik pangkatnya cepat sekali. Kata kuncinya: konsisten berkarya tulis. Naik pangkat itu bonusnya.

Sekian dulu resume belajar menulis hari ini. Jika ada kata-kata atau tulisan yang tidak berkenan saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga bermanfaat, terima kasih.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

28. Ketika Bukumu ditolak penerbit mayor

Pulang Bu!

25. Berbagi Pengalaman Menjadi Pemenang Inobel